STALKING FOOD BETTER THAN ORIGINAL ( Lebih mantap dari Aslinya)

 



How Medanese Succeded In Upgrading The Legacy Of Peranakan Tastes.

(@JurnalJejak)

 KETIKA ditanya tentang karakter umum orang Medan, sepertinya kata "trendsetter" dan "original" jarang sekali terdengar, apalagi menjadi yang pertama muncul di benak. Tak ayal, imej kita pun sering digambarkan layaknya tipikal konsumer abadi: para followers yang tak piawai dalam berkreasi, puas saja mengdopsi hasil kerja orang lain.  

    Sindiran yang pedas ini barangkali akan membuat minder para insan berjiwa sensitif. Akan tetapi. faktanya, rata-rata manusia Medan berwatak bandel. Jika ada sentilan menghampiri, kecil perihalnya. Sebaliknya, cemoohan ini akan dipakai sebagai senjata ampuh untuk sukses. Tak percaya? Silahkan menelusuri sejarah bagaimana Kota Medan berhasil dinobatkan sebagai salah satu tempat wisata kuliner terbaik  dalam negeri. Meskipun merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia, Medan tidak memiliki objek wisata alam yang sangat memukau ataupun beraneka ragam untuk menarik perhatian para wisatawan. Lalu, apa yang bisa ditawarkan dari si kota transit? Sederhana saja: makanan. 

    Asimilasi kultur dari generasi ke generasi telah membuat khazanah Kuliner Medan luar biasa kaya. Berkat keputusan para imigran Tionghoa yang menetap di daerah Malaka pada abad ke-15 dan menikah dengan orang lokal, lahirlah satu jenis santapan baru yang bernama Peranakan Cuisine (dari kata"anak" yang berarti keturunan). 

    Pengolahan bahan makanan asli Tionghoa dengan rempah-rempah dan teknik memasak khas Melayu menciptakan suatu kombinasi cita rasa yang unik: asam, pedas, dan gurih. Bumbu-bumbu yang  sering dipakai seperti santan, kemiri, serai, belacan, asam Jawa, jeruk nipis, cabai, dan daun laksa mengeluarkan minyak aromatik yang meresapi bahan makanan ketika ditumis. Maka, tak heran jika orang Medan pun amat menyenangi kuliner fusion satu ini: cukup pedas seperti masakan Nusantara, tapi dengan sensasi rasa asam yang baru dan segar. Untuk melepas kerinduan terhadap berbagai hidangan ini, diboyonglah rasa masakan Peranakan dengan cara khas orang Medan, yaitu ATM-Amati, Tiru, dan Modifikasi. Lama kelamaan, malahan banyak usaha kuliner bercita rasa Baba Nonya yang kemudian bermunculan dan mendulang untung. 

    Sebagai buktinya, Anda hanya perlu mengintip barisan orang yang mengantre untuk semangkok asam laksa di Jalan Yose Rizal. Lalu, singgah sebentar di 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Memboyong rasa Peranakan Ke Medan dengan Trik ATM-Amati, Tiru, dan Modifikasi.

daerah Kampung Madras untuk mencicipi Taoco Udang lkan Asam Manis, Cap Chai, dan Sop Tahu Bakso di restoran Tionghoa Peranakan yang ramai dikunjungi kaum bermobil mewah. Apabila belum kenyang, puaskan nafsu makan Anda dengan sepiring kwetiau Kangkung Belacan. Ketika pagi menyingsing, coba pesan bihun bebek termahal di Kota Medan. Jika ingin berhemat, pilihlah nasi lemak ataupun kuih-kuih lezat macam apem, curry,onde onde, dadar gulung, ataupun nastar yang banyak dijajakan di pasar tradisional. Simpan sedikit ruang perut untuk menikmati pencuci mulut seperti Es Kacang ataupun cendol yang dimaniskan dengan gula Malaka.  

    Nah, makanan kita sehari-hari ternyata sangat kaya dengan unsur Peranakan, bukan?Memang, status Kota Medan sebagai salah satu foodie town yang paling diperhitungkan di Indonesia berhutang banyak terhadap pengaruh peranakan yang diimpor oleh leluhur kita. Akan tetapi, kita tidak dapat menyampingkan kecerdasan mereka dalam mengolah suatu hidangan di zaman internet ini, dan bahkan mampu membuat hidangan ini menjadi trademark dari kota tercinta ini.

    Meskipun demikan mereka tidak mengkreasikan sesuatu yang benar-benar baru, ada sentuh khusus yang membuat masakan mereka berbeda dari hidangan serupa. Mungkin keahlian inilah yang diturunkan kepada kita, kepiawaian untuk meniru namun agar kita mampu membuat sesuatu menjadi lebih baik lagi.

Jadi barangkali julukan kita sebagai kaum pengikut pun tak perlu ditanggapi dengan rasa malu, melaikan dengan dada membusungm dan kepala yang mengadah tinggi-tinggi.

No comments:

Post a Comment